BAB II
UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI
SISWA DALAM BELAJAR IPS KHUSUSNYA MATERI HAFALAN VERBAL DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL PEMBELAJARAN MAKE – A MATCH (MENCARI PASANGAN)
2.1 Pengertian Motivasi
Dalam
proses pembelajaran di kelas, seringkali guru harus berhadapan dengan
siswa-siswa yang prestasi akademisnya tidak sesuai dengan harapan guru. Bila
hal ini terjadi dan ternyata kemampuan kognitif siswa cukup baik, guru
cenderung mengatakan bahwa siswa tidak termotivasi atau motivasi belajarnya
rendah. Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan motivasi
?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ternyata tidak mudah karena banyak rumusan
tentang pengertian atau definisi motivasi yang disampaikan oleh para ahli.
Dalam hal ini untuk memudahkan penulis memahami definisi motivasi penulis
mencoba mengaitkan dengan konsep-konsep lain seperti kebutuhan, motif dan
desakan/dorongan.
Dengan mengaitkan dengan konsep
tersebut maka menurut penulis pengertian motivasi yang lebih mudah dipahami
adalah pengertian motivasi menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) motivasi diartikan
sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme
psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai
prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Dengan demikian
motivasi merupakan suatu kondisi yang terbentuk dari berbagai tenaga pendorong
yang berupa desakan (drive), motif dan kebutuhan (need). Sehingga untuk
menyederhanakan ketiga macam tenaga pendorong tersebut akan disebut dengan satu
istilah saja yang lebih bersifat umum yaitu motivasi.
2.2 Pengertian Motivasi Belajar
Mengacu pada pengertian motivasi tersebut diatas
maka yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak (
motif, desakan dan kebutuhan ) di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa itu
dapat tercapai.
Hal ini sejalan dengan pendapat Callahan and Clark dalam E.Mulyasa ( 2006 : 264 ) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Callahan and Clark dalam E.Mulyasa ( 2006 : 264 ) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar.
Adapun bentuk motivasi belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
2.2.1 Motivasi Instrinsik
Motivasi intrinsik adalah keseluruhan daya
penggerak yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong siswa
melakukan kegiatan belajar. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi
intrinsik adalah: (1) Adanya kebutuhan (2) Adanya pengetahuan tentang kemajuan
dirinya sendiri (3) Adanya cita-cita atau aspirasi.
Dengan adanya motivasi dari dalam diri siswa maka kegiatan belajar menjadi sungguh diminati dan dibarengi dengan perasaan senang karena didorong oleh rasa kebutuhan belajar, siswa percaya bahwa tanpa belajar yang keras, apa yang menjadi kebutuhan dan cita-citanya tidak akan tercapai. Dengan demikian motivasi intrinsik lebih signifikan bagi siswa karena motivasi instrinsik lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
Dengan adanya motivasi dari dalam diri siswa maka kegiatan belajar menjadi sungguh diminati dan dibarengi dengan perasaan senang karena didorong oleh rasa kebutuhan belajar, siswa percaya bahwa tanpa belajar yang keras, apa yang menjadi kebutuhan dan cita-citanya tidak akan tercapai. Dengan demikian motivasi intrinsik lebih signifikan bagi siswa karena motivasi instrinsik lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
2.2.2 Motivasi Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah keseluruhan daya penggerak yang datang dari luar individu
siswa, yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Bentuk motivasi
ekstrinsik ini merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajar, misalnya siswa rajin belajar karena dorongan dari
luar diri siswa seperti yang disampaikan oleh Winkel ( 1989 : 94 ) Beberapa
bentuk motivasi belajar ekstrinsik diantaranya adalah : (1) Belajar demi
memenuhi kewajiban; (2) Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan; (3)
Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan; (4) Belajar demi
memperoleh pujian dari guru atau orang tua.
Disini penulis perlu tegaskan bahwa meskipun motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga siswa tidak bersemangat dalam melakukan proses belajar mengajar baik di sekolah maupun di rumah. Bahwa setiap siswa tidak sama tingkat motivasi belajarnya, itulah sebabnya maka motivasi ekstrinsik sangat diperlukan asal diberikan secara tepat.
2.3 Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi sangat berperan dalam belajar, siswa
yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan
tekun belajar dan berhasil belajarnya. Makin besar motivasi yang dimiliki
siswa, maka hasil belajar yang diperoleh juga akan maksimal. Begitu juga
sebaliknya makin kecil/rendah motivasi yang dimiliki siswa maka makin rendah
pula prestasi atau hasil belajar yang dicapai siswa.
Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Melihat begitu penting dan besarnya peranan motivasi belajar, bahkan boleh dikatakan begitu menentukan terhadap tingkat pencapaian prestasi belajar siswa. Ditambah dengan realita yang dihadapi penulis yaitu rendahnya motivasi belajar siswa, khususnya terhadap materi ajar hafalan verbal maka penulis mencoba mengatasinya dengan meningkatkan motivasi belajar siswa dengan memilih model pembelajaran yang tepat yaitu model pembelajaran Make A Macth.
2.4 Materi / bahan ajar
Materi
atau bahan ajar adalah bahan-bahan yang akan dipelajari oleh siswa untuk
membangun kompetensinya yang sumbernya bermacam-macam. Berbagai sumber bahan
ajar dapat diperoleh melalui buku teks, internet, bahan terbitan, lingkungan,
media audiovisual dan sebagainya.
Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Selain itu, materi ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan materi ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Selain itu, materi ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan materi ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Perlakuan terhadap bahan ajar ditinjau dari sisi guru dapat diartikan sebagai kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan materi/bahan ajar kepada siswa. Sebaliknya, ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran.
Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran untuk membangun kompetensinya, kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu menghafal, menggunakan, menemukan, dan memilih. Sebelum siswa mampu untuk menemukan, memilih dan menggunakan, siswa harus menghafal berbagai fakta yang menjadi dasar bagi siswa untuk membangun kompetensinya.
2.5 Jenis – jenis Materi Ajar
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa
berdasarkan kegiatan yang dilakukan siswa materi ajar dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu : (1) menghafal, (2) memilih, (3) menemukan, dan (4)
menggunakan. Sedangkan berdasarkan jenisnya materi pembelajaran terdiri
dari : (1) pengetahuan yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, prosedur, (2)
keterampilan, dan (3) sikap atau nilai.
Dalam makalah ini penulis sengaja hanya akan membahas materi ajar yang berjenis fakta dengan kegiatan siswanya menghafal. Hal ini dilakukan oleh penulis karena menurut pengalaman penulis dalam proses belajar mengajar di kelas materi jenis fakta yang mengharuskan siswa tekun menghafal untuk menguasai materi ajar tersebut, seringkali menjadi penyebab merosotnya motivasi belajar siswa.
Permasalahan ini menjadi semakin penting untuk diatasi karena semua mata pelajaran memiliki materi/bahan ajar yang berupa hafalan verbal, seperti dalam pelajaran matematika siswa harus mampu menghafal rumus-rumus yang ada dan sebagainya. Ada dua jenis kegiatan menghafal, yaitu:
2.5.1 Menghafal verbal
Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti
apa adanya. Semua mata pelajaran memiliki materi pembelajaran yang memang harus
dihafal persis seperti apa adanya, misalnya nama orang, nama tempat, nama zat,
rumus, lambang, peristiwa sejarah, nama-nama bagian atau komponen suatu benda,
dan sebagainya.
2.5.2 Menghafal paraphrase
Menghafal paraphrase adalah menghafal materi
pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat
diungkapkan dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting
siswa paham atau mengerti, misalnya paham inti isi Pembukaan UUD 1945,
definisi saham, dalil Archimides, dan sebagainya.
Khusus dalam mata pelajaran IPS terpadu, lebih khusus lagi dalam cabang ilmu sejarah begitu banyak materi/bahan ajar yang berupa fakta-fakta sejarah yang harus dihafal oleh siswa. Oleh sebab itu kemampuan menghafal materi pembelajaran memiliki peranan penting dalam mata pelajaran IPS karena kemampuan dan ketekunan siswa dalam menghafal materi pembelajaran menjadi dasar bagi siswa dalam membangun kompetensinya.
Mengapa demikian, karena setelah materi pembelajaran dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam proses pembelajaran siswa akhirnya memiliki kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari atau dengan kata lain siswa mampu membangun kompetensinya.
2.6 Hubungan antara motivasi dengan materi ajar
Seperti yang telah penulis uraikan diatas bahwa
motivasi belajar siswa khususnya motivasi instrinsik antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain tidak sama, ada yang memiliki motivasi belajar yang
tinggi dan ada yang memiliki motivasi belajar yang rendah.
Berdasarkan pengalaman penulis untuk menguasai materi ajar hafalan verbal tidak memerlukan tingkat inteligensi yang tinggi tetapi lebih memerlukan ketekunan yang tinggi untuk menguasainya sehingga semua siswa di kelas memiliki peluang yang sama untuk mampu menguasainya, dan ketekunan akan muncul manakala siswa memiliki motivasi.
Persoalan muncul ketika siswa menghadapi realita bahwa materi ajaran verbal pada mata pelajaran IPS jumlahnya banyak, sehingga banyaknya materi hafalan verbal belum-belum sudah menurunkan motivasi belajar siswa. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa materi hafalan verbal menjadi penyebab menurunnya motivasi belajar siswa, keadaan ini menjadi semakin parah ketika guru dalam menyampaikan materi didominasi dengan ceramah sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa.
Maka penulis berpendapat bahwa kesalahan guru dalam memilih model pembelajaran untuk materi hafalan verbal akan membuat semakin menurunnya motivasi belajar siswa yang memang sudah rendah akibat menghadapi banyaknya materi hafalan verbal. Itulah sebabnya penulis mencoba untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang cocok untuk materi hafalan verbal yaitu model pembelajaran Make A Macth.
Berdasarkan pengalaman penulis untuk menguasai materi ajar hafalan verbal tidak memerlukan tingkat inteligensi yang tinggi tetapi lebih memerlukan ketekunan yang tinggi untuk menguasainya sehingga semua siswa di kelas memiliki peluang yang sama untuk mampu menguasainya, dan ketekunan akan muncul manakala siswa memiliki motivasi.
Persoalan muncul ketika siswa menghadapi realita bahwa materi ajaran verbal pada mata pelajaran IPS jumlahnya banyak, sehingga banyaknya materi hafalan verbal belum-belum sudah menurunkan motivasi belajar siswa. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa materi hafalan verbal menjadi penyebab menurunnya motivasi belajar siswa, keadaan ini menjadi semakin parah ketika guru dalam menyampaikan materi didominasi dengan ceramah sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa.
Maka penulis berpendapat bahwa kesalahan guru dalam memilih model pembelajaran untuk materi hafalan verbal akan membuat semakin menurunnya motivasi belajar siswa yang memang sudah rendah akibat menghadapi banyaknya materi hafalan verbal. Itulah sebabnya penulis mencoba untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang cocok untuk materi hafalan verbal yaitu model pembelajaran Make A Macth.
2.6 Usaha peningkatan motivasi belajar siswa
Pada bagian pendahuluan penulis telah
menyampaikan bahwa permasalahan yang melatar belakangi penyusunan makalah ini
adalah merosotnya motivasi belajar siswa khususnya terhadap materi ajar hafalan
verbal. Sedangkan dari beberapa penyebab merosotnya motivasi belajar siswa yang
antara lain adalah banyaknya materi hafalan verbal, mudahnya siswa mengakses
informasi lewat internet yang memuat tentang materi ajar dan ketidaktepatan
guru dalam memilih model pembelajaran, penulis mencoba untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.
Penulis katakan model pembelajaran yang tepat karena begitu banyaknya model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli yang menerapkan hakikat PAKEM ( Pembalajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan ) tetapi tidak semua model pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Misalnya model pembelajaran Make A Macth cocok untuk materi ajar hafalan verbal tapi tidak cocok untuk materi jenis prinsip atau prosedur.
Disamping itu dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang harus dipertimbangan oleh guru antara lain adalah jenis materi ajar. Berdasarkan kedua hal tersebut diatas maka upaya peningkatan motivasi belajar siswa terhadap materi ajaran verbal dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Make A Macth yang dimodifikasi oleh penulis.
Penulis katakan model pembelajaran yang tepat karena begitu banyaknya model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli yang menerapkan hakikat PAKEM ( Pembalajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan ) tetapi tidak semua model pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Misalnya model pembelajaran Make A Macth cocok untuk materi ajar hafalan verbal tapi tidak cocok untuk materi jenis prinsip atau prosedur.
Disamping itu dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang harus dipertimbangan oleh guru antara lain adalah jenis materi ajar. Berdasarkan kedua hal tersebut diatas maka upaya peningkatan motivasi belajar siswa terhadap materi ajaran verbal dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Make A Macth yang dimodifikasi oleh penulis.
2.6.1 Model pembelajaran Make A Macth
Model pembelajaran Make A Match atau mencari
pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut:
- Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
- Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
- Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
- Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
- Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
- Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Dari langkah-langkah yang dikembangkan oleh Lorna
Curran penulis melihat adanya kelemahan atau tepatnya ketidaksesuaian dengan
kondisi siswa di tempat penulis mengajar. Itulah sebabnya penulis berpendapat
bahwa model yang dikembangkan oleh Lorna Curaan perlu disesuaikan dengan
kondisi siswa agar model pembelajaran ini benar-benar memenuhi hakekat PAKEM
sehingga motivasi belajar siswa terangkat.
Perbaikan-perbaikan atau penyesuaian yang penulis lakukan antara lain pada : (a) jumlah kartu yang diterima siswa, (b) tehnik permainan / pengalaman belajar siwa (c) perangkat pendukung dan sebagainya. Penyesuaian ini dilakukan penulis untuk menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Harapannya modifikasi model pembelajaran Make A Match ini dapat membangkitkan keingintahuan dan motivasi di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil proses belajar atau daya serap siswa tinggi.
Perbaikan-perbaikan atau penyesuaian yang penulis lakukan antara lain pada : (a) jumlah kartu yang diterima siswa, (b) tehnik permainan / pengalaman belajar siwa (c) perangkat pendukung dan sebagainya. Penyesuaian ini dilakukan penulis untuk menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Harapannya modifikasi model pembelajaran Make A Match ini dapat membangkitkan keingintahuan dan motivasi di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil proses belajar atau daya serap siswa tinggi.
2.6.2 Modifikasi model pembelajaran make a macth
Sesuai dengan alasan bahwa penyesuaian dilakukan
agar model pembelajaran bisa benar-benar memenuhi hakekat PAKEM ( Pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan ) maka penulis berusaha melakukan
penyesuaian sebagai berikut :
1) Jumlah kartu yang diterima siswa : dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran jumlah kartu yang diterima siswa dalam satu sesi permainan hanya satu, bisa berupa kartu soal atau bisa juga kartu jawaban, kemudian siswa akan mencari pasangan kartu tersebut dengan kartu yang dipegang siswa lain, dan siswa yang berhasil menemukan pasangan kartunya dengan benar diberi poin dan kartu dikocok lagi agar siswa mendapat kartu yang berbeda begitu seterusnya. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa teknik ini kurang efektif mengingat waktu tatap muka yang terbatas dan banyaknya materi hafalan verbal yang harus dikuasai siswa. Agar efektif, maka penulis mengembangkan menjadi sepuluh kartu dalam setiap sesi permainan.
2) Teknik permainan atau pengalaman belajar siswa : dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan Lorna Curran seluruh siswa di kelas berada dalam satu kelompok permainan. Penulis berpendapat bahwa teknik permainan ini tidak cocok untuk diterapkan dikelas yang jumlah siswanya banyak ( 40 siswa keatas ) karena akan menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, kegaduhan terjadi karena bisa saja kartu yang dipegang siswa yang duduk di barisan depan pasangannya ada di tangan siswa yang duduk di barisan belakang. Itulah sebabnya penulis kemudian memodifikasi permainan yang bisa dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat siswa sehingga model permainan ini bisa diterapkan dikelas yang jumlah siswanya banyak.
3) Perangkat pendukung : karena penulis melakukan modifikasi, maka perangkat pendukung yang tidak diperlukan dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran, dalam model pembelajaran yang sudah penulis modifikasi menjadi diperlukan. Perangkat pendukung tersebut antara lain adalah daftar soal beserta jawabannya yang akan dibagikan kepada seluruh siswa untuk dijadikan bantuan untuk menghafal fakta-fakta yang harus dikuasai siswa. Kemudian daftar score untuk menuliskan score poin yang diperoleh siswa dalam permainan pada masing-masing kelompok.
Jadi dalam modifikasi ini penulis hanya memodifikasi teknik permainannya bukan pada prinsip model pembelajarannya agar lebih efektif atau menyenangkan. Dan yang lebih penting penulis hanya menyesuaikan dengan kondisi kelas yaitu kelas yang jumlah siswanya banyak.
2.6.3 Langkah-langkah dalam model pembelajaran make a macth setelah dimodifikasi
Setelah dimodifikasi langkah-langkah model
pembelajaran Make A Macth menjadi sebagai berikut :
- Untuk kelas dengan 40 siswa guru menyiapkan 10 set kartu masing-masing terdiri dari 40 kartu soal dan 40 kartu jawaban yang masing-masing berbeda warna, 40 lembar berisi daftar soal beserta jawaban sebagai alat bantu untuk menghafal materi ajar yang harus dikuasai siswa dan 10 lembar daftar score untuk menuliskan score poin siswa dalam satu kelompok
- Siswa dibagi menjadi 10 kelompok dengan anggota masing-masing empat siswa, kemudian guru menjelaskan teknik permainannya.
- Setiap kelompok mendapatkan satu set kartu yang berisi 40 kartu soal dan 40 kartu jawaban.
- Pembelajaran / permainan dimulai dengan membagi kartu soal kepada semua anggota kelompok sehingga masing-masing anggota/siswa mendapat 10 kartu soal, kemudian siswa mencari jawaban atas kartu soal yang dipegangnya di daftar soal dan jawaban yang telah dibagikan kemudian menghafalnya. Sedangkan 40 kartu jawaban diletakkan diatas meja / ditengah-tengah kelompok dalam keadaan tertutup.
- Salah satu siswa memulai, boleh diundi lebih dulu untuk menentukan siapa yang pertama mengambil kartu jawaban, kemudian mencocokan dengan kartu soal yang dipegangnya. Jika cocok maka siswa tersebut telah mendapatkan satu poin dan meletakkan pasangan kartu soal dan kartu jawaban tersebut dipinggir atau dipisahkan. Jika tidak cocok maka kartu jawaban tersebut diletakkan ditengah kelompok dalam keadaan terbuka sehingga semua anggota kelompok bisa melihatnya, jika cocok dengan kartu soal yang dipegang, ketika gilirannya tiba siswa tersebut bisa mengambilnya dan menjadikan poin bagi siswa tersebut. Begitu seterusnya sampai kesepuluh kartu soal yang dipegangnya mendapatkan pasangannya. Dengan demikian satu sesi permainan telah selesai kemudian kartu dikocok dan kembali kartu soal dibagikan sehingga anggota kelompok dimungkinkan mendapatkan soal yang berbeda dengan sesi sebelumnya sedangkan kartu jawaban diletakkan ditengah-tengah kelompok, begitu seterusnya sampai kurang lebih 75% waktu tatap muka.
- Untuk mengukur daya serap pada proses pembelajaran / permainan, sisa waktu tatap muka yang kurang lebih 25% digunakan untuk satu atau dua sesi permainan tanpa melihat daftar soal dan jawaban. Pada sesi ini daftar soal beserta jawabannya hanya digunakan untuk mengoreksi pasangan-pasangan kartu yang dikumpulkan oleh masing-masing anggota kelompok untuk menentukan jumlah score poin yang dihasilkan. Jika scorenya tinggi berarti daya serapnya tinggi, sebaliknya jika scorenya rendah berarti daya serapnya rendah.
Demikianlah langkah-langkah model pembelajaran
Make A Macth yang sudah dimodifikasi. Dari pengalaman penulis dalam
melaksanakan model ini di kelas, penulis menyimpulkan beberapa kelebihan dan
kelemahan dari model pembelajaran ini.
Kelebihannya adalah (1) mampu meningkatkan motivasi belajar siswa (2) mampu menyajikan sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan (3) efektif untuk menghafal materi hafalan verbal dalam jumlah banyak (4) menghasilkan daya serap yang cukup tinggi.
Sedangkan kelemahannya adalah : (1) banyak menyita waktu guru dalam menyiapkan kartu dan perangkat pendukungnya (2) cukup menimbulkan kegaduhan karena tidak jarang siswa teriak kegirangan ketika kartu jawaban yang diambilnya ternyata cocok dengan kartu soal yang dipegangnya.
Kelebihannya adalah (1) mampu meningkatkan motivasi belajar siswa (2) mampu menyajikan sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan (3) efektif untuk menghafal materi hafalan verbal dalam jumlah banyak (4) menghasilkan daya serap yang cukup tinggi.
Sedangkan kelemahannya adalah : (1) banyak menyita waktu guru dalam menyiapkan kartu dan perangkat pendukungnya (2) cukup menimbulkan kegaduhan karena tidak jarang siswa teriak kegirangan ketika kartu jawaban yang diambilnya ternyata cocok dengan kartu soal yang dipegangnya.
III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Menyajikan sebuah proses pembelajaran yang mampu
membuat siswa aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga mampu
memotivasi siswa untuk belajar tentu menjadi harapan semua pihak yang terkait
dengan dunia pendidikan, khususnya guru dan tentu saja penulis yang juga
berprofesi sebagai guru.
Tetapi realita yang ditemukan dilapangan ternyata tidak selalu seperti yang diharapkan, justru kadangkala kita sebagai guru harus menghadapi situasi dimana siswa berada pada titik motivasi yang paling rendah. Menghadapi situasi yang demikian tidak ada jalan lain dan memang sudah menjadi tugas dan kewajiban guru untuk mengatasinya dengan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Tetapi realita yang ditemukan dilapangan ternyata tidak selalu seperti yang diharapkan, justru kadangkala kita sebagai guru harus menghadapi situasi dimana siswa berada pada titik motivasi yang paling rendah. Menghadapi situasi yang demikian tidak ada jalan lain dan memang sudah menjadi tugas dan kewajiban guru untuk mengatasinya dengan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Dari sekian banyak penyebab rendahnya motivasi belajar siswa, salah satu yang paling dominan, khususnya dalam mata pelajaran IPS adalah banyaknya materi ajar hafalan verbal. Persoalan ini tentu tidak bisa kita hindari, justru sebaliknya merupakan tantangan bagi kita untuk diatasi.
Untuk mengatasinya, penulis atau guru harus mampu merancang sebuah model pembelajaran yang benar-benar mampu membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan giat. Dari sekian banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli, penulis memutuskan untuk merancang proses pembelajaran dalam model pembelajaran make a macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran.
Agar model pembelajaran ini mampu memenuhi harapan penulis serti tersebut diatas, maka penulis melakukan modifikasi atau tepatnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat atau kelas dimana penulis bekerja sebagai guru.
Berdasarkan pengalaman penulis dalam menerapkan model pembelajaran ini ternyata membuahkan hasil yang baik, karena penulis mendapati sebuah proses pembelajaran yang benar-benar membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan aktif dan dalam suasana yang menyenangkan meskipun siswa menghadapi materi ajar hafalan verbal dalam jumlah banyak. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa model pembelajaran make a macth sangat efektif untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar materi ajar hafalan verbal.
3.2 Saran
Seperti yang sudah penulis sampaikan pada bagian
pendahuluan bahwa salah satu tujuan penulisan makalah ini untuk menambah
wawasan, kreatifitas dan ketrampilan bagi penulis dalam memilih maupun
menerapkan berbagai model pembelajaran, maka penulis menyarankan kepada semua
pihak, khususnya guru yang membaca makalah ini untuk dapat secara kreatif mencobakan
dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan
kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan
muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya
semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Tag :
Artikel
0 Komentar untuk "Modifikasi model pembelajaran make amatch"
Silahkan tulis komentar dan pesan anda yang penting tidak SARA dan PORNOGRAFI