Modifikasi model pembelajaran make amatch



BAB II
UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI SISWA DALAM BELAJAR IPS KHUSUSNYA MATERI HAFALAN VERBAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE – A MATCH  (MENCARI PASANGAN)

2.1 Pengertian Motivasi
     Dalam proses pembelajaran di kelas, seringkali guru harus berhadapan dengan siswa-siswa yang prestasi akademisnya tidak sesuai dengan harapan guru. Bila hal ini terjadi dan ternyata kemampuan kognitif siswa cukup baik, guru cenderung mengatakan bahwa siswa tidak termotivasi atau motivasi belajarnya rendah.  Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan motivasi ?
 
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ternyata tidak mudah karena banyak rumusan tentang pengertian atau definisi motivasi yang disampaikan oleh para ahli. Dalam hal ini untuk memudahkan penulis  memahami definisi motivasi penulis mencoba mengaitkan dengan konsep-konsep lain seperti kebutuhan, motif dan desakan/dorongan. 
 
Dengan mengaitkan dengan konsep tersebut maka menurut penulis pengertian motivasi yang lebih mudah dipahami adalah pengertian motivasi menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. 
 
Dengan demikian motivasi merupakan suatu kondisi yang terbentuk dari berbagai tenaga pendorong yang berupa desakan (drive), motif dan kebutuhan (need). Sehingga untuk menyederhanakan ketiga macam tenaga pendorong tersebut akan disebut dengan satu istilah saja yang lebih bersifat umum yaitu motivasi.

2.2 Pengertian Motivasi Belajar
Mengacu pada pengertian motivasi tersebut diatas maka yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak ( motif, desakan dan kebutuhan ) di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa itu dapat tercapai.

Hal ini sejalan dengan pendapat Callahan and Clark dalam E.Mulyasa ( 2006 : 264 ) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar.

Adapun bentuk motivasi belajar siswa di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

2.2.1 Motivasi Instrinsik
Motivasi intrinsik adalah keseluruhan daya penggerak yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah: (1) Adanya kebutuhan (2) Adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri (3) Adanya cita-cita atau aspirasi.

Dengan adanya motivasi dari dalam diri siswa maka kegiatan belajar menjadi sungguh diminati dan dibarengi dengan perasaan senang karena didorong oleh rasa kebutuhan belajar, siswa percaya bahwa tanpa belajar yang keras, apa yang menjadi kebutuhan dan cita-citanya tidak akan tercapai. Dengan demikian motivasi intrinsik lebih signifikan bagi siswa karena motivasi instrinsik lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.

2.2.2 Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah keseluruhan daya penggerak yang datang dari luar individu siswa, yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Bentuk motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar, misalnya siswa rajin belajar karena dorongan dari luar diri siswa seperti yang disampaikan oleh Winkel ( 1989 : 94 ) Beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik diantaranya adalah : (1) Belajar demi memenuhi kewajiban; (2) Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan; (3) Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan; (4) Belajar demi memperoleh pujian dari guru atau orang tua.

Disini penulis perlu tegaskan bahwa meskipun motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa  bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting, karena kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga siswa tidak bersemangat dalam melakukan proses belajar mengajar baik di sekolah maupun di rumah. Bahwa setiap siswa tidak sama tingkat motivasi belajarnya, itulah sebabnya maka motivasi ekstrinsik sangat diperlukan asal diberikan secara tepat.

2.3 Fungsi Motivasi dalam Belajar
Motivasi sangat berperan dalam belajar, siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun belajar dan berhasil belajarnya. Makin besar motivasi yang dimiliki siswa, maka hasil belajar yang diperoleh juga akan maksimal. Begitu juga sebaliknya makin kecil/rendah motivasi yang dimiliki siswa maka makin rendah pula prestasi atau hasil belajar yang dicapai siswa.

Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

Melihat begitu penting dan besarnya peranan motivasi belajar, bahkan boleh dikatakan begitu menentukan terhadap tingkat pencapaian prestasi belajar siswa. Ditambah dengan realita yang dihadapi penulis yaitu rendahnya motivasi belajar siswa, khususnya terhadap materi ajar hafalan verbal maka penulis mencoba mengatasinya dengan meningkatkan motivasi belajar siswa dengan memilih model pembelajaran yang tepat yaitu model pembelajaran Make A Macth.

2.4 Materi / bahan ajar
Materi atau bahan ajar adalah bahan-bahan yang akan dipelajari oleh siswa untuk membangun kompetensinya yang sumbernya bermacam-macam. Berbagai sumber bahan ajar dapat diperoleh melalui buku teks, internet, bahan terbitan, lingkungan, media audiovisual dan sebagainya.

Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Selain itu, materi ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Dengan materi ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

Perlakuan terhadap bahan ajar ditinjau dari sisi guru dapat diartikan sebagai kegiatan guru menyampaikan atau mengajarkan materi/bahan ajar kepada siswa. Sebaliknya, ditinjau dari segi siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran.

Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran untuk membangun kompetensinya, kegiatan siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu menghafal, menggunakan, menemukan, dan memilih. Sebelum siswa mampu untuk menemukan, memilih dan menggunakan, siswa harus menghafal berbagai fakta yang menjadi dasar bagi siswa untuk membangun kompetensinya.

2.5 Jenis – jenis Materi Ajar
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa berdasarkan kegiatan yang dilakukan siswa materi ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu : (1) menghafal, (2) memilih, (3) menemukan, dan (4) menggunakan. Sedangkan berdasarkan jenisnya  materi pembelajaran terdiri dari : (1) pengetahuan yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, prosedur, (2) keterampilan, dan (3) sikap atau nilai.

Dalam makalah ini penulis sengaja hanya akan membahas materi ajar yang berjenis fakta dengan kegiatan siswanya menghafal. Hal ini dilakukan oleh penulis karena menurut pengalaman penulis dalam proses belajar mengajar di kelas materi jenis fakta yang mengharuskan siswa tekun menghafal untuk menguasai materi ajar tersebut, seringkali menjadi penyebab merosotnya motivasi belajar siswa.

Permasalahan ini menjadi semakin penting untuk diatasi karena semua mata pelajaran memiliki materi/bahan ajar yang berupa hafalan verbal, seperti dalam pelajaran matematika siswa harus mampu menghafal rumus-rumus yang ada dan sebagainya. Ada dua jenis kegiatan menghafal, yaitu:

2.5.1 Menghafal verbal
Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya. Semua mata pelajaran memiliki materi pembelajaran yang memang harus dihafal persis seperti apa adanya, misalnya nama orang, nama tempat, nama zat, rumus, lambang, peristiwa sejarah, nama-nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya.

2.5.2 Menghafal paraphrase
Menghafal paraphrase adalah menghafal materi pembelajaran yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkapkan dengan bahasa atau kalimat sendiri (hafal parafrase). Yang penting siswa paham atau mengerti, misalnya paham  inti isi Pembukaan UUD 1945, definisi saham, dalil Archimides, dan sebagainya.

Khusus dalam mata pelajaran IPS terpadu, lebih khusus lagi dalam cabang ilmu sejarah begitu banyak materi/bahan ajar yang berupa fakta-fakta sejarah yang harus dihafal oleh siswa. Oleh sebab itu kemampuan menghafal materi pembelajaran memiliki peranan penting dalam mata pelajaran IPS karena kemampuan dan ketekunan siswa dalam menghafal materi pembelajaran menjadi dasar bagi siswa dalam membangun kompetensinya.

Mengapa demikian, karena setelah materi pembelajaran dihafal atau dipahami kemudian  digunakan atau diaplikasikan. Jadi dalam proses pembelajaran siswa akhirnya memiliki kemampuan untuk menggunakan,  menerapkan atau mengaplikasikan materi yang telah dipelajari atau dengan kata lain siswa mampu membangun kompetensinya.

2.6 Hubungan antara motivasi dengan materi ajar
Seperti yang telah penulis uraikan diatas bahwa motivasi belajar siswa khususnya motivasi instrinsik antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama, ada yang memiliki motivasi belajar yang tinggi dan ada yang memiliki motivasi belajar yang rendah.

Berdasarkan pengalaman penulis untuk menguasai materi ajar hafalan verbal tidak memerlukan tingkat inteligensi yang tinggi tetapi lebih memerlukan ketekunan yang tinggi untuk menguasainya sehingga semua siswa di kelas memiliki peluang yang sama untuk mampu menguasainya, dan ketekunan akan muncul manakala siswa memiliki motivasi. 

Persoalan muncul ketika siswa menghadapi realita bahwa materi ajaran verbal pada mata pelajaran IPS jumlahnya banyak, sehingga banyaknya materi hafalan verbal belum-belum sudah menurunkan motivasi belajar siswa. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa materi hafalan verbal menjadi penyebab menurunnya motivasi belajar siswa, keadaan ini menjadi semakin parah ketika guru dalam menyampaikan materi didominasi dengan ceramah sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa.

Maka penulis berpendapat bahwa kesalahan guru dalam memilih model pembelajaran untuk materi hafalan verbal akan membuat semakin menurunnya motivasi belajar siswa yang memang sudah rendah akibat menghadapi banyaknya materi hafalan verbal. Itulah sebabnya penulis mencoba untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang cocok untuk materi hafalan verbal yaitu model pembelajaran Make A Macth.

2.6 Usaha peningkatan motivasi belajar siswa
Pada bagian pendahuluan penulis telah menyampaikan bahwa permasalahan yang melatar belakangi penyusunan makalah ini adalah merosotnya motivasi belajar siswa khususnya terhadap materi ajar hafalan verbal. Sedangkan dari beberapa penyebab merosotnya motivasi belajar siswa yang antara lain adalah banyaknya materi hafalan verbal, mudahnya siswa mengakses informasi lewat internet yang memuat tentang materi ajar dan ketidaktepatan guru dalam memilih model pembelajaran, penulis mencoba untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Penulis katakan model pembelajaran yang tepat karena begitu banyaknya model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli yang menerapkan hakikat PAKEM ( Pembalajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan ) tetapi tidak semua model pembelajaran tersebut sesuai dengan materi ajar. Misalnya model pembelajaran Make A Macth cocok untuk materi ajar hafalan verbal tapi tidak cocok untuk materi jenis prinsip atau prosedur.

Disamping itu dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang harus dipertimbangan oleh guru antara lain adalah jenis materi ajar. Berdasarkan kedua hal tersebut diatas maka upaya peningkatan motivasi belajar siswa terhadap materi ajaran verbal dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Make A Macth yang dimodifikasi oleh penulis.

2.6.1 Model pembelajaran Make A Macth
Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut:
  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review,  satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
  2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
  3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
  4. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
  5. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
  6. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Dari langkah-langkah yang dikembangkan oleh Lorna Curran penulis melihat adanya kelemahan atau tepatnya ketidaksesuaian dengan kondisi siswa di tempat penulis mengajar. Itulah sebabnya penulis berpendapat bahwa model yang dikembangkan oleh Lorna Curaan perlu disesuaikan dengan kondisi siswa agar model pembelajaran ini benar-benar memenuhi hakekat PAKEM sehingga motivasi belajar siswa terangkat.

Perbaikan-perbaikan atau penyesuaian yang penulis lakukan antara lain pada : (a) jumlah kartu yang diterima siswa, (b) tehnik permainan / pengalaman belajar siwa (c) perangkat pendukung dan sebagainya. Penyesuaian ini dilakukan penulis  untuk menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam belajar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik (1994:116), “Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan peningkatan keaktifan siswa yang dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran tertentu, dan motivasi belajar dapat ditujukan ke arah kegiatan-kegiatan kreatif. Apabila motivasi yang dimiliki oleh siswa diberi berbagai tantangan, akan tumbuh kegiatan kreatif.” Harapannya modifikasi model pembelajaran Make A Match ini dapat membangkitkan keingintahuan dan motivasi di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan sehingga hasil proses belajar atau daya serap siswa tinggi.

2.6.2 Modifikasi model pembelajaran make a macth
Sesuai dengan alasan bahwa penyesuaian dilakukan agar model pembelajaran bisa benar-benar memenuhi hakekat PAKEM ( Pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan ) maka penulis berusaha melakukan penyesuaian sebagai berikut :

1) Jumlah kartu yang diterima siswa : dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran jumlah kartu yang diterima siswa dalam satu sesi permainan hanya satu, bisa berupa kartu soal atau bisa juga kartu jawaban, kemudian siswa akan mencari pasangan kartu tersebut dengan kartu yang dipegang siswa lain, dan siswa yang berhasil menemukan pasangan kartunya dengan benar diberi poin dan kartu dikocok lagi agar siswa mendapat kartu yang berbeda begitu seterusnya.  Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa teknik ini kurang efektif mengingat waktu tatap muka yang terbatas dan banyaknya materi hafalan verbal yang harus dikuasai siswa.  Agar efektif, maka penulis mengembangkan menjadi sepuluh kartu dalam setiap sesi permainan.

2) Teknik permainan atau pengalaman belajar siswa : dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan Lorna Curran seluruh siswa di kelas berada dalam satu kelompok permainan. Penulis berpendapat bahwa teknik permainan ini tidak cocok untuk diterapkan dikelas yang jumlah siswanya banyak ( 40 siswa keatas ) karena akan menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, kegaduhan terjadi karena bisa saja kartu yang dipegang siswa yang duduk di barisan depan pasangannya ada di tangan siswa yang duduk di barisan belakang. Itulah sebabnya penulis kemudian memodifikasi permainan yang bisa dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat siswa sehingga model permainan ini bisa diterapkan dikelas yang jumlah siswanya banyak.

3) Perangkat pendukung : karena penulis melakukan modifikasi, maka perangkat pendukung yang tidak diperlukan dalam model pembelajaran Make A Macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran, dalam model pembelajaran yang sudah penulis modifikasi menjadi diperlukan. Perangkat pendukung tersebut antara lain adalah daftar soal beserta jawabannya yang akan dibagikan kepada seluruh siswa untuk dijadikan bantuan untuk menghafal fakta-fakta yang harus dikuasai siswa. Kemudian daftar score untuk menuliskan score poin yang diperoleh siswa dalam permainan pada masing-masing kelompok.

Jadi dalam modifikasi ini penulis hanya memodifikasi teknik permainannya bukan pada prinsip model pembelajarannya agar lebih efektif atau menyenangkan. Dan yang lebih penting penulis hanya menyesuaikan dengan kondisi kelas yaitu kelas yang jumlah siswanya banyak.

2.6.3 Langkah-langkah dalam model pembelajaran make a macth setelah dimodifikasi
Setelah dimodifikasi langkah-langkah model pembelajaran Make A Macth menjadi sebagai berikut :
  1. Untuk kelas dengan 40 siswa guru menyiapkan 10 set kartu masing-masing terdiri dari 40 kartu soal dan 40 kartu jawaban yang masing-masing berbeda warna, 40 lembar berisi daftar soal beserta jawaban sebagai alat bantu untuk menghafal materi ajar yang harus dikuasai siswa dan 10 lembar daftar score untuk menuliskan score poin siswa dalam satu kelompok
  2. Siswa dibagi menjadi 10 kelompok dengan anggota masing-masing empat siswa, kemudian guru menjelaskan teknik permainannya.
  3. Setiap kelompok mendapatkan satu set kartu yang berisi 40 kartu soal dan 40 kartu jawaban.
  4. Pembelajaran / permainan dimulai dengan membagi kartu soal kepada semua anggota kelompok sehingga masing-masing anggota/siswa mendapat 10 kartu soal, kemudian siswa mencari jawaban atas kartu soal yang dipegangnya di daftar soal dan jawaban yang telah dibagikan kemudian menghafalnya. Sedangkan 40 kartu jawaban diletakkan diatas meja / ditengah-tengah kelompok dalam keadaan tertutup.
  5. Salah satu siswa memulai, boleh diundi lebih dulu untuk menentukan siapa yang pertama mengambil kartu jawaban, kemudian mencocokan dengan kartu soal yang dipegangnya. Jika cocok maka siswa tersebut telah mendapatkan satu poin dan meletakkan pasangan kartu soal dan kartu jawaban tersebut dipinggir atau dipisahkan. Jika tidak cocok maka kartu jawaban tersebut diletakkan ditengah kelompok dalam keadaan terbuka sehingga semua anggota kelompok bisa melihatnya, jika cocok dengan kartu soal yang dipegang, ketika gilirannya tiba siswa tersebut bisa mengambilnya dan menjadikan poin bagi siswa tersebut. Begitu seterusnya sampai kesepuluh kartu soal yang dipegangnya mendapatkan pasangannya. Dengan demikian satu sesi permainan telah selesai kemudian kartu dikocok dan kembali kartu soal dibagikan sehingga anggota kelompok dimungkinkan mendapatkan soal yang berbeda dengan sesi sebelumnya sedangkan kartu jawaban diletakkan ditengah-tengah kelompok, begitu seterusnya sampai kurang lebih 75% waktu tatap muka.
  6. Untuk mengukur daya serap pada proses pembelajaran / permainan, sisa waktu tatap muka yang kurang lebih 25% digunakan untuk satu atau dua sesi permainan tanpa melihat daftar soal dan jawaban. Pada sesi ini daftar soal beserta jawabannya hanya digunakan untuk mengoreksi pasangan-pasangan kartu yang dikumpulkan oleh masing-masing anggota kelompok untuk menentukan jumlah score poin yang dihasilkan. Jika scorenya tinggi berarti daya serapnya tinggi, sebaliknya jika scorenya rendah berarti daya serapnya rendah.
Demikianlah langkah-langkah model pembelajaran Make A Macth yang sudah dimodifikasi. Dari pengalaman penulis dalam melaksanakan model ini di kelas, penulis menyimpulkan beberapa kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran ini.

Kelebihannya adalah (1) mampu meningkatkan motivasi belajar siswa (2) mampu menyajikan sebuah proses pembelajaran yang menyenangkan (3) efektif untuk menghafal materi hafalan verbal dalam jumlah banyak (4) menghasilkan daya serap yang cukup tinggi.

Sedangkan kelemahannya adalah : (1) banyak menyita waktu guru dalam menyiapkan kartu dan perangkat pendukungnya (2) cukup menimbulkan kegaduhan karena tidak jarang siswa teriak kegirangan ketika kartu jawaban yang diambilnya ternyata cocok dengan kartu soal yang dipegangnya.

III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Menyajikan sebuah proses pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga mampu memotivasi siswa untuk belajar tentu menjadi harapan semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan, khususnya guru dan tentu saja penulis yang juga berprofesi sebagai guru.

Tetapi realita yang ditemukan dilapangan ternyata tidak selalu seperti yang diharapkan, justru kadangkala kita sebagai guru harus menghadapi situasi dimana siswa berada pada titik motivasi yang paling rendah. Menghadapi situasi yang demikian tidak ada jalan lain dan memang sudah menjadi tugas dan kewajiban guru untuk mengatasinya dengan meningkatkan motivasi belajar siswa.

Dari sekian banyak penyebab rendahnya motivasi belajar siswa, salah satu yang paling dominan, khususnya dalam mata pelajaran IPS adalah banyaknya materi ajar hafalan verbal. Persoalan ini tentu tidak bisa kita hindari, justru sebaliknya merupakan tantangan bagi kita untuk diatasi.

Untuk mengatasinya, penulis atau guru harus mampu merancang sebuah model pembelajaran yang benar-benar mampu  membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan giat. Dari sekian banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli, penulis memutuskan untuk merancang proses pembelajaran dalam model pembelajaran make a macth yang dikembangkan oleh Lorna Curran.

Agar model pembelajaran ini mampu memenuhi harapan penulis serti tersebut diatas, maka penulis melakukan modifikasi atau tepatnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat atau kelas dimana penulis bekerja sebagai guru.

Berdasarkan pengalaman penulis dalam menerapkan model pembelajaran ini ternyata membuahkan hasil yang baik, karena penulis mendapati sebuah proses pembelajaran yang benar-benar membuat siswa termotivasi untuk belajar dengan aktif dan dalam suasana yang menyenangkan meskipun siswa menghadapi materi ajar hafalan verbal dalam jumlah banyak. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa model pembelajaran make a macth sangat efektif untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar materi ajar hafalan verbal.

3.2 Saran
Seperti yang sudah penulis sampaikan pada bagian pendahuluan bahwa salah satu tujuan penulisan makalah ini untuk menambah wawasan, kreatifitas  dan ketrampilan bagi penulis dalam memilih maupun menerapkan berbagai model pembelajaran, maka penulis menyarankan kepada semua pihak, khususnya guru yang membaca makalah ini untuk dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Tag : Artikel
0 Komentar untuk "Modifikasi model pembelajaran make amatch"

Silahkan tulis komentar dan pesan anda yang penting tidak SARA dan PORNOGRAFI

Back To Top